Sering kita melihat seseorang pengendara di jalan tiba-tiba diberhentikan oleh beberapa orang. Ketika kita menelisik lebih dekat lagi, ternyata orang-orang yang memberhentikan pengendara bermotor tersebut adalah debt colector yang mengincar kendaraan-kendaraan yang diduga melanggar perjanjian fidusia.
Pertanyaannya, siapa yang berhak menghentikan kendaraan seseorang di Jalan?
berdasarkan Pasal 265 UU No. 22 tahun 2009 ttg Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa "Untuk melaksanakan pemeriksaan kendaraan bermotor, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk : menghentikan kendaraan bermotor."
Ketika menghentikan kendaraan bermotor, Polantas sudah sepatutnya melakukannya dengan cara santun dan tidak berucap atau bertindak sewenang-wenang, tidak secara kasar. (vide Pasal 15 huruf e Perkapolri 14/2011)
Selain Kepolisian Negara Republik Indonesia, berdasarkan Pasal 266 UU No. 22 tahun 2009, pemeriksaan kendaraan bermotor dapat dilakukan secara insidental oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan wajib didampingi oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lalu, atas dasar apa seorang Debt Collector memberhentikan pengendara kendaraan bermotor di jalan?
Sebenarnya, dasar hukum debt collector dalam hukum Indonesia belum diatur sepenuhnya, khususnya mengatur mengenai kerja debt collector di lapangan, dalam berkirim pesan, maupun dalam menghampiri debitur atau pemilik hutang. Karena pada prinsipnya debt collector bekerja berdasarkan pemberian kuasa oleh Kreditur.
Pemberian kuasa oleh Kreditur juga harus dikaitkan dengan sebuah Perjanjian Kredit sebagai perjanjian pokoknya antara debitur dan kreditur. Celakanya, hampir di semua perjanjian kredit antara debitur dan kreditur khususnya perjanjian kredit kendaraan bermotor menggunakan perjanjian baku. Perjanjian Baku ini jelas-jelas dilarang menurut UU Perlindungan Konsumen dan UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. (hal. 439)
MK melalui putusan No. 18/PUU-XVII/2019 dan putusan No. 2/PUU-XIX/2021, berharap terjadi keseragaman pemahaman terkait eksekusi jaminan fidusia pada umumnya dan khususnya penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah. Point penting dari putusan MK tersebut, adalah :
1. adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji. upaya hukum disini adalah mengajukan suatu gugatan secara perdata mengenai cidera janji atau wanprestasi.
2. terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Walaupun telah ada putusan MK sebagaimana tersebut diatas, namun di lapangan terdapat perbedaan pendapat terkait teknis pelaksanaannya. Akan tetapi, lebih baik hukum dibuat jika tidak maka yang terbuat akan mempunyai kekuatan yang tidak terbatas sebagaimana adagium hukum "Inde datae leges be fortior omnia posset".
Dari keseluruhan uraian diatas, menjawab pertanyaan apakah seorang Debt Collector boleh memberhentikan pengendara kendaraan bermotor di jalan?
jawabnya adalah tidak boleh. Karena tidak ada dasar hukum yang mengatur terkait hal tersebut.