Hukum perdata mengenal tiga jenis kreditur, yaitu : Kreditur Separatis; Kreditur Preferen; dan Kreditur Konkuren.
Kreditur Separatis adalah kreditur pemegang jaminan kebendaan. Diatur dalam Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata. Saat ini jaminan kebendaan yang diatur di Indonesia adalah :
- Gadai (Pasal 1150 – Pasal 1160 KUH Perdata).
- Fidusia (UU No. 42 tahun 1999 ttg Jaminan Fidusia).
- Hak Tanggungan (UU No. 4 tahun 1996 ttg Hak Tanggungan atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah).
- Hipotik Kapal (Pasal 1162 – Pasal 1232 KUH Perdata).
- Resi Gudang (UU No. 9 tahun 2006 ttg Sistem Resi Gudang sebagaimana telah diubah dengan UU No. 9 tahun 2011)
Kreditur Preferen
adalah kreditur yang mempunyai hak mendahului karena sifat piutangnya oleh undang-undang
diberi kedudukan istimewa. Kreditur Preferen terdiri dari Kreditur preferen
khusus (Pasal 1139 KUH Perdata), dan Kreditur Preferen Umum (Pasal 1149 KUH
Perdata).
Kreditur Konkuren
adalah kreditur yang tidak termasuk dalam Kreditur Separatis dan Kreditur Preferen
(Pasal 1131 – Pasal 1132 KUH Perdata).
Jika kita sudah
tahu macam dan jenis kreditur menurut KUH Perdata, langkah selanjutnya adalah menentukan
upaya hukum yang akan ditempuh. Bisa dengan non litigasi atau litigasi dengan
menggugat debitur di Pengadilan Negeri setempat.
Sesuai dengan tema
judul di atas, alangkah baiknya seorang kreditur menempuh upaya hukum litigasi
yaitu dengan menggugat debitur di Pengadilan Negeri dimana debitur berada atau
bertempat tinggal. Alasannya adalah adanya kepastian hukum dan tidak
berlarut-larut.
Dalam gugatannya
kreditur dapat meminta kepada Pengadilan Negeri untuk meletakkan sita penyesuaian.
Mengutip tulisan dari
M. Yahya Harahap bahwa barang yang telah disita, tidak boleh disita lagi,
sebagai gantinya diletakkan sita penyesuaian. Demi kelancaran dan kepastian
penegakan hukum mengenai penyitaan, Pasal 463 Rv dianggap perlu dijadikan prinsip
agar tidak terjadi penyitaan yang tumpang tindih. Antara lain ditegaskan dalam
Putusan MA No. 1829 K/Pdt/1992 yang menegaskan praktek peradilan sudah lama
mengambil asas vergelijkende beslag yang diatur dalam Pasal 463 Rv
sebagai prinsip atau sistem beracara.
Kedudukan hukum pemegang sita penyesuaian terhadap barang yang disita atau diagunkan kepada pihak lain adalah :
- Berada setingkat di bawah pemegang sita jaminan (kreditur separatis).
- Pengambilan pemenuhan atas pembayaran tuntutan dari barang tersebut,
diberikan prioritas utama kepada pemegan sita atau agunan, baru menyusul
pemegang sita penyesuaian dengan acuan penerapan : a) Apabila hasil penjualan hanya
mencukupi untuk melunasi tuntutan pemegang sita jaminan, sepenuhnya jumlah itu
menjadi hak pemegang sita atau agunan, tanpa mengurangi pembagian hasil
penjualan secara berimbang dalam eksekusi serentak berdasarkan Pasal 202 HIR
atau Pasal 220 RBg dan pemegang sita jaminan tidak berkedudukan sebagai
kreditur yang mempunyai hak privilege atas barang tersebut; b) Sekiranya hasil penjualan barang
melebihi tuntutan pemegang sita atau agunan, maka sisa kelebihan itu menjadi
hak pemegang sita penyesuaian.
- Selama sita jaminan atau agunan terdahulu belum diangkat atau dicabut, kedudukannya tetap berstatus sebagai pemegang sita penyesuaian.
- Apabila sita jaminan atau agunan terdahulu diangkat, maka hak dan kedudukan pemegang sita penyesuaian dengan sendirinya menurut hukum berubah menjadi pemegang sita jaminan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar