Selasa, 31 Oktober 2023

Memakzulkan Presiden?

 


Mengutip laman id.quora.com, pemimpin negara yang pertama kali tercatat dimakzulkan adalah presiden Amerika Serikat, Andrew Johnson, yang dimakzulkan pada tahun 1868. Pihak DPR Amerika Serikat kala itu mengeluarkan 11 artikel dakwaan pemakzulan terhadap Presiden Andrew Johnson, Sembilan di antaranya mengutip tentang pencopotan Sekretaris Perang Edwin M. Stanton, serta pelanggaran terhadap Tenure of Act (adalah hukum federal Amerika Serikat yang berlaku dari 1867 hingga 1887, yang mana dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan presiden untuk memberhentikan pemegang jabatan tertentu tanpa persetujuan Senat).

Setidaknya dalam 7 tahun terakhir, sudah terjadi beberapa pemakzulan terhadap kepala negara di dunia, diantaranya :

1.         Brazil, pemakzulan Dilma Rousseff pada tanggal 17 April 2016.

2.         Korea Selatan, pemakzulan presiden Park Geun-hye pada tanggal 10 Maret 2017.

3.      Peru, dua kali melakukan pemakzulan presiden Pedro Pablo Kuczynski pada tahun 2017 dan 2018. Presiden Peru selanjutnya adalah Martin Vizcarra pada tanggal 9 Nopember 2020.

4.         Amerika Serikat, pemakzulan dua kali presiden Donald Trump dan keduanya gagal.

Bagaimana yang terjadi di Indonesia?

Pemakzulan presiden di Indonesia secara rinci baru ada setelah amandemen UUD 1945. Sebelumnya, proses pemakzulan presiden lebih mengedepankan proses politik dibandingkan dengan proses hukum. Hal ini dapat dilihat bagaimana proses pemakzulan presiden Soekarno dan presiden Abdurrahman Wahid yang tidak ada proses peradilan sama sekali.

Pemakzulan sendiri merupakan bagian dari fungsi pengawasan tertinggi yang dimiliki oleh Lembaga perwakilan sebagai salah satu bentuk proses checks and balances.

UUD 1945 setelah amandemen, mengatur tentang pemakzulan pada Pasal 7A dan Pasal 7B.

Di Pasal 7A, Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, jika terbukti :

1.         Telah melakukan pelangggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara;

2.         Korupsi;

3.         Penyuapan;

4.         Tindak pidana berat lainnya;

5.         Perbuatan tercela; atau

6.         apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 21 tahun 2009, disebutkan mengenai kualifikasi pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Kualifikasi tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Sedangkan untuk kualifikasi tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUD 1945 dan Undang-Undang yang terkait.

Mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan melalui usul Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat yang terlebih dahulu DPR mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran sebagaiman disebut dalam Pasal 7A tersebut.

DPR hanya dapat mengajukan permintaan ke Mahkamah Konstitusi apabila mendapat dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.

Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama 90 (Sembilan puluh) hari setelah permintaan DPR diterima oleh Mahkamah Konstitusi.

Apabila terbukti Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum sebagaimana Pasal 7A, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.

MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak MPR menerima usul tersebut.

Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir.

 

Sabtu, 28 Oktober 2023

Sengketa menurut UU No. 7 tahun 2017

 


Sengketa menurut UU No. 7 tahun 2017, dibagi menjadi 2 :

1.         Sengketa Proses Pemilu (Pasal 471)

Meliputi sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara Pemilu antara calon anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi, DPRD kabupaten/kota, atau partai politik calon peserta pemilu, atau bakal pasangan calon dengan KPU, KPU Propinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Propinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.

a.   KPU dan Partai Politik calon peserta pemilu yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu.

b.   KPU dan Pasangan Calon yang tidak lolos verifikasi sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Pasangan Calon sebagaimana dimaksud Pasal 235.

c.  KPU, KPU Propinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dengan calon anggota DPR, DPD, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang dicoret dari daftar calon tetap sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU tentang Penetapan Daftar Calon Tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 256 dan Pasal 266.

Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu dilakukan setelah Upaya administrative di Bawaslu telah digunakan. Pengajuan gugatannya dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah dibacakan putusan Bawaslu.

Dalam mengajukan gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu dapat diperbaiki dan dilengkapi apabila gugatan tersebut dianggap kurang lengkap, paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterimanya gugatan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Apabila dalam tenggang waktu 3 (tiga) hari kerja Penggugat belum menyempurnakan gugatan, hakim memberikan putusan bahwa gugatan tidak dapat diterima. Putusan tersebut tidak dapat dilakukan Upaya hukum.

Pengadilan Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus gugatan atas sengketa tata usaha negara Pemilu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak gugatan dinyatakan lengkap.

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara bersifat final dan mengikat serta tidak dapat dilakukan Upaya hukum lain.

KPU wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara paling lama 3 (tiga) hari kerja.

2.         Perselisihan hasil Pemilu (Pasal 473)

Meliputi :

a.    perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.

b.   Perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi peserta pemilu.

c.   Perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat mempengaruhi penetapan hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Peserta pemilu dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara oleh KPU kepada Mahkamah Konstitusi. Pengajuan tersebut diajukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional oleh KPU.

Apabila pengajuan permohonan belum lengkap, pemohon dapat memperbaiki dan melengkapi permohonan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diterimanya permohonan oleh Mahkamah Konstitusi.

KPU, KPU Propinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib menindaklanjuti putusan MK.

Apabila terjadi perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, pasangan calon dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh KPU. Keberatan tersebut hanya terhadap hasil penghitungan suara yang mempengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih Kembali pada pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

MK memutus perselisihan yang timbul akibat keberatan paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan keberatan oleh MK.

Hasil putusan MK wajid ditindaklanjuti oleh KPU.

YANG DAPAT DILAKUKAN KREDITUR APABILA ASET DEBITUR SUDAH DIJAMINKAN KE BANK

Hukum perdata mengenal tiga jenis kreditur, yaitu : Kreditur Separatis; Kreditur Preferen; dan Kreditur Konkuren. Kreditur Separatis adala...