Jumat, 03 November 2023

MEMAHAMI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI


Beberapa minggu belakangan ini, masyarakat hukum di Indonesia disibukkan dengan berbagai argumen terkait dengan putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut mengabulkan sebagian : “Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”;

Pasca putusan tersebut dibacakan, tidak kurang dari 12 permohonan terkait dugaan pelanggaran etik Hakim Konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkama Konstitusi (MK MK). Di samping itu, 16 Akademisi Hukum Tata negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) melaporkan Ketua MK karena dugaan melakukan pelanggaran etik dan perilaku hakim konstitusi.

Tulisan kali ini lebih difokuskan pada proses pengambilan keputusan di Mahkamah Konstitusi.

Mahkamah Konstitusi memutus perkara berdasarkan UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945 sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Putusan MK yang mengabulkan permohonan harus didasarkan pada sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti. Putusan MK wajib memuat fakta yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum yang menjadi dasar putusan.

Pengambilan putusan secara musyawarah untuk mufakat dalam sidang pleno hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua sidang. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim konstitusi wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap permohonan.

Terkadang, dalam putusan itu ada perbedaan pendapat. Yang dimaksud dengan pendapat hakim yang berbeda adalah pendapat hakim yang tidak mengikuti kesepakatan mayoritas hakim yang menyusun keseluruhan isi putusan itu.

Pendapat hakim yang berbeda dari pendapat mayoritas yang menentukan putusan dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu :

1.      1.     Dissenting Opinion.

     Adalah pendapat yang berbeda secara substantif sehingga menghasilkan amar yang berbeda.       

2.       2.   Concurrent Opinion / Consenting Opinion.

     Adalah pendapat yang kesimpulan akhirnya sama, tetapi argumen yang diajukan berbeda

Dalam bahasa Indonesia, pendapat berbeda yang bukan dissenting opinion yang demikian itu juga diterjemahkan sebagai pendapat berbeda, dan ditempatkan pada posisi yang sama dengan dissenting opinion. (vide putusan perkara nomor 018/PUU-I/2003)

Apabila dalam musyawarah sidang pleno setelah diusahakan dengan sungguh-sungguh tidak dicapai mufakat bulat, maka putusan diambil dengan suara terbanyak. Apabila pengambilan keputusan dengan suara terbanyak tidak dapat dilaksanakan, maka suara terakhir ketua sidang pleno hakim konstitusi menentukan.

Jadi, dengan dianutnya prinsip suara ketua menentukan seperti dimaksud di atas, maka sekiranya  pun Pasal 28 ayat (1) ditafsirkan mencakup pula ketentuan mengenai kuorum dalam forum rapat permusyawaratan hakim, maka keharusan untuk dihadiri oleh jumlah hakim yang ganjil tentunya juga tidak diperlukan lagi. Untuk apa mengharuskan jumlah hakim yang hadir ganjil atau genap, karena dengan ketentuan suara ketua menentukan tersebut berarti meskipun jumlah hakim yang hadir genap, mekanisme pengambilan keputusan akhir tidak akan terhambat karenanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

YANG DAPAT DILAKUKAN KREDITUR APABILA ASET DEBITUR SUDAH DIJAMINKAN KE BANK

Hukum perdata mengenal tiga jenis kreditur, yaitu : Kreditur Separatis; Kreditur Preferen; dan Kreditur Konkuren. Kreditur Separatis adala...